Disampingitu, wilayahnya juga meliputi Lautan Hindia, lautan Arabia, laut Merah, laut Tengah dan Laut Hitam. (Lihat dalam lampiran 1.) 2. Kemajuan Peradaban Dinasti Turki Utsmani Meskipun Dinasti Turki Utsmani berkuasa cukup lama (125801924), tidak berarti bahwa peradabannya maju pesat seperti pada masa Dinasti Abbasiyah.
Pendidikan pada Zaman Dinasti Abbasiyah BAB I PENDAHULUAN Berkembangnya pendidikan Islam erat kaitannya dengan sejarah Islam, karena proses pendidikan Islam telah berlangsung sepanjang sejarah Islam, dan berkembang sejalan dengan perkembangan sosial budaya umat Islam. Melalui sejarah Islam pula, umat Islam bisa meniru pola pendidikan Islam pada masa lalu, sejak periode Nabi Muhammad SAW, sahabat dan ulama’ setelahnya. Islam mengalami kemajuan dalam bidang pendidikan, terutama pada masa Dinasti Abbasiyah. yang ditandai dengan berkembang luasnya lembaga-lembaga pendidikan Islam dan madrasah-madrasah sekolah-sekolah formal serta universitas-universitas dalam berbagai pusat kebudayaan Islam. Berbagai ilmu pengetahuan yang berrkembang melalui lembaga pendidikan itu sangat dominan pengaruhnya dalam membentuk pola kehidupan dan budaya kaum muslimin. Maka dari itu, dalam makalah ini penulis akan membahas tentang pendidikan pada zaman dinasti Abbasiyah. one. Bagaimana sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah? 2. Apa saja tujuan pendidikan pada masa Dinasti Abbasiyah? three. Apa saja lembaga pendidikan yang ada pada masa Dinasti Abbasiyah? 4. Bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Abbasiyah? one. Untuk mengetahui sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah 2. Untuk mengetahui tujuan pendidikan pada masa Dinasti Abbasiyah 3. Untuk mengetahui lembaga pendidikan yang ada pada masa Dinasti Abbasiyah 4. Untuk mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Abbasiyah BAB 2 PEMBAHASAN A. Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah Kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah, sebagaimana disebutkan, melanjutkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah, dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad Saw. [1]Dengan dasar pemikiran bahwa kekuasaan harus berasal dari keturunan yang berhubungan dengan Nabi Muhammad SAW, maka Abu Al-abbas Al Saffah yang di dukung oleh seorang panglima yang gagah perkasa, Abu Muslim al- Khurasani serta berbagai kelompok pemberontak, seperti kaum syiah, oposisi pimpinan al-mukhtar, dan lainnya, berhasil mengalahkan khalifah Bani Umayyah terakhir, yaitu Khalifah Marwan Ii pada tahun 750 One thousand/ 132 H. Dengan demikian, maka berdirilah Dinasti Abbasiyah. [2] Dibandingkan dengan dinasti islam lainnya, dinastti Abbasiyah tergolong yang paling lama berkuasa, yaitu mulai dari Abu al-Abbas Assaffah di tahun 750 G sampai dengan Al- Mu’tasim di tahun 1258. Dalam kurun waktu selama lebih dari lima abad tersebut, kepemimpinan dinasti Abbasiyah di pegang oleh lebih dari 37 khalifah. Namun dari 37 orang khalifah Bani Abbas tersebut ada lima khalifah yang paling terkenal, yaitu Abu al- Abbas al- Saffah, Abu Ja’far al- Mansur, al- Mahdi, Harun al- Rasyid, dan al- ma’mun. [three] B. Tujuan Pendidikan pada Masa Dinasti Abbasiyah Pada masa Nabi, masa khulafaur rasyidin dan bani umayah, tujuan pendidikan satu saja, yaitu keagamaan semata. Mengajar dan belajar karena Allah dan mengharap keridhoan-Nya. Namun pada masa abbasiyah tujuan pendidikan itu telah bermacam-macam karena pengaruh masyarakat pada masa itu. Tujuan itu dapat disimpulkan sebagai berikut 1. Tujuan keagamaan dan akhlaq Sebagaiman pada masa sebelumnya, anak-anak dididik dan diajar membaca atau menghafal Al-Qur’an, ini merupakan suatu kewajiban dalam agama, supaya mereka mengikut ajaran agama dan berakhlak menurut agama. Para pemuda pada masa itu belajar dan menuntut ilmu supaya mereka dapat mengubah dan memperbaiki masyarakat, dari masyarakat yang penuh dengan kejahilan menjadi masyarakat yang bersinar ilmu pengetahuan, dari masyarakat yang mundur menuju masyarakat yang maju dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut maka ilmu-ilmu yang diajarkan di Madrasah bukan saja ilmu agama dan Bahasa Arab, bahkan juga diajarkan ilmu duniawi yang berfaedah untuk kemajuan masyarakat. [4] three. Cinta akan ilmu pengetahuan Masyarakat pada saat itu belajar tidak mengaharapkan apa-apa selain dari pada memperdalam ilmu pengetahuan. Mereka merantau ke seluruh negeri islam untuk menuntut ilmu tanpa memperdulikan susah payah dalam perjalanan yang umumnya dilakukan dengan berjalan kaki atau mengendarai keledai. Tujuan mereka tidak lain untuk memuaskan jiwanya yang haus akan ilmu pengetahuan. Pada masa itu mereka menuntut ilmu supaya mendapatkan penghidupan yang layakdan pangkat yang tinggi, bahkan kalau memungkinkan mendapat kemegahan dan kekuasaan di dunia ini, sebagaimana tujuan sebagian orang pada masa sekarang ini. [5] C. Lembaga- lembaga Pendidikan pada Masa Dinasti Abbasiyah Selain masjid, kuttab, al- badiah, istana, perpustakaan, dan al-bimaristan, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, pada zaman dinasti Abbasiyah ini telah berkembang pula lembaga pendidikan berupa toko buku, rumah para ulama, sanggar sastra, madrasah, perpustakaan dan observatorium, al-ribath, dan az-zawiah. 1. Al- Hawanit al- Warraqien Toko Buku Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa pada zaman Abbasiyah merupakan puncak kejayaan islam dalam bidang ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan peradaban. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan tersebut mendorong lahirnya para pengarang, dan lahirnya para pengarang mendorong lahirnya industri perbukuan, dan industri perbukuan mendorong lahirnya toko- toko buku. Di beberapa kota atau negara yang di dalamnya terdapat toko- toko buku, menggambarkan bahwa kota atau negara tersebut telah mengalami kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan. [6] two. Rumah-rumah para ulama ahli ilmu pengetahuan Walaupun sebelumnya ruumah bukanlah merupakan tempat yang baik untuk tempat memberikan pelajaran namun pada zaman kejayaan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaaan Islam, banyak juga rumah-rumah para ulama dan para ahli ilmu pengetahuan menjadi tempat belajar dan pengembangan ilmu pengetahuan. Hal itu pada umumnya disebebkan karena para ulama dan ahli yang bersangkutan yang tidak mungkin memberikan pelajaran dimesjid, sedangkan pelajar banyak yang berminat untuk mempelajari ilmu pengetahuan dari padanya. Diantara rumah ulama terkenal yang menjadi tempat belajar adalah rumah Ibnu Sina, Al-Ghazali, Ali Ibnu Muhammad Al-Fasihi, Ya’qub Ibnu Killis, Wazir Khalifah Al-Aziz billah Al-Fatimy, dan lain-lainnya. [vii] iii. Al- Sholun al- Adabiyah Sanggar Sastra Al- Sholun al- Adabiyah sanggar sastra ini mulai tumbuh sederhana pada masa pemerintah Bani Umayyah, kemudian berkembang pesat pada zaman Abbasiyah, dan merupakan perkembangan lebih lanjut dari perkumpulan yang ada pada zaman khulafaurrasyidin. Hal ini sejalan dengan kebiasaan khalifah pada zaman islam yang biasanya merencanakan plan dalam urusan yang bersifat duniawi, namun meminta fatwa dari segi agama. Dan atas dasar ini, maka diantara syarat yang terpenting dari seorang khalifah adalah memiliki ilmu yang dibutuhkan untuk berijtihad. Secara harfiah madrasah berarti tempat belajar. Adapun dalam pengertian yang lazim digunakan, madrasah adalah lembaga pendidikan tingkat dasar dan menengah yang mengajarkan ilmu agama dan ilmu lainnya dengan menggunakan sistem klasikal. Dalam sejarah, madrasah ini mulai muncul di zaman khalifah Bani Abbas, sebagai kelanjutan dari pendidikan yang dilaksanakan di masjid dan di tempat lainnya. five. Perpustakaan dan Observatorium Dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan yang terjadi di zaman Abbasiyah, maka didirikan pula perpustakaan, observatorium, serta tempat penelitian dan kajian ilmiah lainnya. Tempat- tempat ini juga digunakan sebagai tempat belajar mengajar dalam arti yang luas, yaitu belajar bukan dalam arti menerima ilmu dari guru sebagaimana yang umum dipahami, melainkan kegiatan belajar yang bertumpu pada aktivitas siswa, seperti belajar dengan cara memecahkan masalah, eksperimen, belajar sambil bekerja, dan penemuan. Kegiatan belajar yang demikian itu dilakukan bukan hanya di kelas, melainkan di lembaga- lembaga pusat kajian ilmiah. Tempat- tempat belajar yang demikian itu telah tumbuh di zaman khalifah Abbasiyah. [8] Secara harfiah al- ribath berarti ikatan yang mudah dibuka. Sedangkan dalam arti yang umum, al-ribath adalah tempat untuk melakukan latihan, bimbingan, dan pengajaran bagi calon sufi. Di dalam al-ribath tersebut terdapat berbagai ketentuan atau komponen yang terkait dengan pendidikan tasawuf, misalnya komponen guru yang terdiri dari syekh guru besar, mursyid guru utama, mu’id asisten guru, dan mufid fasilitator. Murid pada al-ribath dibagi sesuai dengan tingkatannya, mulai dari ibtidaiyyah, tsanawiyah, dan aliyah. Adapun bagi yang lulus diberikan pengakuan berupa ijazah. Az-zawiah secara harfiah berarti sayap atau samping. Sedangkan dalam arti yang umum, az-zawiah adalah tempat yang berada di bagian pinggir masjid yang digunakan untuk melakukan bimbingan wirid, dan zikir untuk mendapatkan kepuasan spiritual. Dengan demikian, az-zawiah dan al- ribath fungsinya sama, namun dari organisasinya al-ribath lebih khusus dari pada az-zawiah. [9] D. Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Masa Dinasti Abbasiyah Dinasti Abbasiyah merupakan salah satu dinasti Islam yang sangat peduli dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan. Upaya ini mendapat tanggapan yang sangat baik dari para ilmuwan. Sebab pemerintahan dinasti abbasiyah telah menyiapkan segalanya untuk kepentingan tersebut. Diantara fasilitas yang diberikan adalah pembangunan pusat-pusat riset dan terjemah seperti baitul hikmah, majelis munadzarah dan pusat-pusat study lainnya. Bidang-bidang ilmu pengetahuan umum yang berkembang antara lain Proses penerjemahan yang dilakukan umat Islam pada masa dinasti bani abbasiyah mengalami kemajuan cukup besar. Para penerjemah tidak hanya menerjemahkan ilmu pengetahuan dan peradaban bangsa-bangsa Yunani, Romawi, Persia, Syiuria tetapi juga mencoba mentransfernya ke dalam bentuk pemikiran. Diantara tokoh yang member andil dalam perkembangan ilmu dan filsafat Islam adalah Al-Kindi, Abu Nasr al-Faraby, Ibnu Sina, Ibnu Bajjah, Ibnu Thufail, al-Ghazali dan Ibnu Rusyd. Ilmu kedokteran merupakan salah satu ilmu yang mengalami perkembangan yang sangat pesat pada masa Bani Abbasiyah, pada masa itu telah didirikan apotek pertama di dunia, dan juga telah didirikan sekolah farmasi. Tokoh-tokoh Islam yang terkenal dalam dunia kedokteran antara lain Al-Razi dan Ibnu Sina. [10] Ilmu kimia juga termasuk salah satu ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh kaum muslimin. Mereka melakukan pemeriksaan dari gejala-gejala dan mengumpulkan kenyataan-kenyataan untuk membuat hipotesa dan untuk mencari kesimpulan-kesimpulan yang benar-benar berdasarkan ilmu pengetahuan diantara tokoh kimia yaitu Jabir bin Hayyan, ia berpendapat bahwa logam seperti timah, besi, dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak. [xi] Diantara ilmu yang dikembangkan pada masa pemerintahan abbasiyah adalah ilmu hisab atau matematika. Ilmu ini berkembang karena kebutuhan dasar pemerintahan untuk menentukan waktu yang tepat. Dalam setiap pembangunan semua sudut harus dihitung dengan tepat, supaya tidak terdapat kesalahan dalam pembangunan gedung-gedung dan sebagainya. Tokohnya adalah Muhammad bin Musa al-Khawarizmi. Pada masa ini sejarah masih terfokus pada tokoh atau peristiwa tertentu, misalnya sejarah hidup nabi Muhammad. Ilmuwan dalam bidang ini adalah Muhammad bin Sa’ad, Muhammad bin Ishaq. Ahli ilmu bumi pertama adalah Hisyam al-Kalbi, yang terkenal pada abad ke-ix M, khususnya dalam studynya mengenai bidang kawasan arab. Astronomi adalah ilmu yang mempelajari perjalanan matahari, bumi, bulan dan benda-benda angkasa. Tokoh astronomi Islam pertama adalah Muhammad al-fazani dan dikenal sebagai pembuat astrolob atau alat yang pergunakan untuk mempelajari ilmu perbintangan pertama di kalangan muslim. Selain al-Fazani banyak ahli astronomi yang bermunculan diantaranya adalah muhammad bin Musa al-Khawarizmi al-Farghani al-Bathiani, al-biruni, Abdurrahman al-Sufi. [12] Selain ilmu pengetahuan umum dinasti abbasiyah juga memperhatikan pengembangan ilmu pengetahuan keagamaan antara lain Hadis adalah sumber hukum Islam yang kedua setelah Al Qur’an. Karena kedudukannya itu, maka setiap muslim selalu berusaha untuk menjaga dan melestarikannya. Pada masa Abbasiyah, kegiatan pengkodifikasian/ pembukuan Hadits dilakukan dengan giat sebagai kelanjutan dari usaha para ulama penulisan hadis-hadis Nabi memunculkan tokoh-tokoh seperti Ibn Juraij, Malik ibn Anas, juga Rabi` ibn Sabib H dan ibn Al Mubarak due H. Al Quran adalah sumber utama dalam agama Islam. oleh karena itu semua perilaku umat Islam harus berdasarkan kepadanya, hanya saja tidak semua bangsa Arab memahami arti yang terkandung di dalamnya. Maka bangunlah para sahabat untuk menafsirkan, ada dua cara penafsiran, yaitu yang pertama, tafsir bi al ma`tsur, yaitu penafsiran Al Quran berdasarkan sanad meliputi al Qur’an dengan al Qur’an, al Qur’an dengan aL Hadits. Yang kedua, tafsir bi ar ra`yi, yaitu penafsiran Al Qur’an dengan mempergunakan akal dengan memperluas pemahaman yang terkandung didalamnya. Ahli tafsir bi al ma`tsur dipelopori oleh As Subdi H, Muqatil bin Sulaiman H, dan Muhamad Ishaq. Sedangkan tafsir bi ar ra`yi banyak dipelopori oleh golongan Mu` yang terkenal antara lain Abu Bakar al Asham H, Abu Muslim al Asfahani H dan Ibnu Jarwi al Asadi H. [xiii] Ilmu fikih dimasa Abbasiyah mengalami perkembangan yang cukup baik, ulama-ulama yang muncul pada saat itu dikenal dengan sebutan dengan “Imam Mazhab”. Karena kekuatan dan kemampuan mereka dalam menyimpulkan hukum-hukum dari berbagai masalah yang ada. Mazhab-mazhab fikih yang banyak diikuti oleh kaum muslimin di dunia yang muncul pada masa Abbasiyah adalah v Imam Abu Hanifah, karyanya Fiqhu Akbar, Al-Alim Wal Musta’an, dan Al-Masad. five Imam Malik, karyanya Kitab Al-Muwatta’, dan Al-Usul Equally-Sagir. five Imam Syafi’I, karyanya Al-Umm, Al-Isyarah, dan Usul Fiqih. v Imam Ahmad Ibnu Hambal, karyanya Al-Musnad, Jami’ Every bit-Sagir, dan Jami’ Al-Kabir. Ilmu tasawuf adalah ilmu syariat yang inti ajarannya menjauhkan diri dari kesenangan dunia dan mendekatkan diri kepada Allah. Diantara ulama ahli tasawuf adalah 5 Al-Qusyairi, karyanya Risalatul Qusyairiyah. five Syihabuddin, karyanya Awariful Ma’arif. 5 Imam Gazali, karyanya Ihya Ulumuddin. Perkembangan ilmu kalam terjadi seiring dengan genjarnya serangan orang-orang not-muslim yang ingin menjatuhkan Islam melalui olah fikir filsafat. Dan ulama yang terkenal di bidang ini adalah Hasan Al-Asyari, Washil bin Atha, dan Imam Syafi’i. [fourteen] BAB Iii PENUTUP Kekuasaan dinasti bani abbas, sebagaimana disebutkan melanjutkan kekuasaan dinasti bani Umayyah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad Saw, dinasti ini didirikan oleh Abdullah Alsaffah Ibnu Muhammad Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn Al- Abbas. Tujuan pendidikan pada masa dinasti Abbasiyah yaitu tujuan keagamaan dan akhlaq, tujuan kemasyarakatan, cinta akan ilmu pengetahuan, dan tujuan kebendaan. Lembaga-lembaga pendidikan pada masa dinasti Abbasiyah diantaranya yaitu Al- Hawanit al- Warraqien Toko Buku, Rumah-rumah para ulama ahli ilmu pengetahuan, Al- Sholun al- Adabiyah Sanggar Sastra, Madrasah, Perpustakaan dan Observatorium, Al- Ribath, dan Az- zawiah. Ilmu pengetahuan pada masa dinasti Abbasiyah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Adapun ilmu pengetahuan umum yang berkembang pada masa itu antara lain filsafat, kedokteran, ilmu kimia, ilmu hisab, sejarah, ilmu bumi geografi, dan astronomi. Sedangkan ilmu agama yang juga mengalami perkembangan yaitu ilmu hadist, ilmu tafsir, ilmu fiqih, ilmu tasawuf, dan ilmu kalam. DAFTAR PUSTAKA Nata , Abuddin 2011 . Sejarah Pendidikan Islam . cetakan I. Dki jakarta Kencana Prenada Media Group. Elmisbah 10 Februari 201 vi . “ Sejarah Pendidikan Agama Islam Masa Abbasiyah ” . http// .co thou . Sajida 10 Februari 201 half-dozen . “ Sejarah Pendidikan Islam Masa Abbasiyah ”. http// sajidadotinggulo . wordpress. co thousand . x Februari 201 vi . “ Perkembangan Ilmu Pengetahuan Masa Dinasti Abbasiyah ”. http// . [ii] Ab uddin Nata , Sejarah Pendidikan Islam , c etakan I Jakarta Kencana Prenada Media Group , two 011 , halaman 1 47 [three] Ibid , halaman 147-148 [one-half-dozen] Ab uddin, Sejarah Pendidikanhalaman 151-152 [7] Sajida , “ Sejarah PendidikanIslam Masa Abbasiyah ”, [8] Ab uddin, Sejarah Pendidikanhalaman 160-161 [9] Ibid , halaman 161-162 [ten] “ Perkembangan Ilmu Pengetahuan Masa Dinasti Abbasiyah ”, http// di akses pada x Februari 201 6 . [xi] Vania Widyadhari , “ Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Masa Abbasiyah ”, http// widyadharivania . blogspot .co .id di akses pada x Februari 201 6 . [12] “ Perkembangan Ilmu Pengetahuan Masa Dinasti Abbasiyah ” [thirteen] Abdina , “ Pendidikan Islam Masa Abbasiyah ” [xiv] “ Tokoh Ilmuan Muslim pada Masa Abbasiyah ”, http// www . shekakau. co thousand di akses pada ten Februari 201 6 . BerdasarkanBuku Panduan Kampus Mengajar Angkatan 3 Tahun 2022, secara umum Program Kampus Mengajar bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk turut serta mengajarkan dan memperdalam ilmunya dengan cara membantu proses pengajaran di SD dan SMP di daerah yang ditetapkan Kemendikbudristek. Selain itu, program ini bertujuan antara Perkembangan hukum Islam pada masa keemasan Dinasti Abbasiyah 750-1258 M merupakan masa keemasan tasyri' Islam karena Daulah Bani Abbasiyyah ini tidak hanya membahas masalah penetapan hukum dan fatwa, tapi sudah merambah kajian medologis dan perumusan perumusan berbagai alternatif bagi perkembangan hukum, iklim dialog yang terbuka dan terus berkembang. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perkembangan pada masa keemasan Tasyri' Islam pada Pemerintahan Bani Abbasiyyah, untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang menjadikan tasyri' Islam mengalami kemajuan pada masa Bani Abbasiyyah. Hasil penelitian menunjukkaan bahwa pada masa Bani Abbasiyyah sudah ada kajian-kajian ilmiah seperti kajian filsafat, kajian kedokteran, kajian kimia dan budaya serta gerakan penerjemahan buku-buku Yunani dan Romawi ke dalam Bahasa Arab. Gerakan penerjemahan buku karya-karya Aristoteles, Plato, Galen dari Yunani dalam bidang filsafat, kedokteran, dan ilmu pengetahuan lainnya. Ulama'-Ulama' pada masa Bani Abbasiyah yang telah mampu berijtihad, bebas melakukan ijtihad sendiri tanpa harus terikat dengan hasil ijtihad Fuqaha lain ketika sudah memenuhi klualifikasi berijtihad. Transformasi ilmu dan kebudayaan secara besar dari Yunani dan Romawi, tetapi hanya pada perubahan tata cara berpikir Orang Muslim yang dulunya masih simplistis disviativ menuju cara berpikir yang filosofis, analitis dan kritis yang mendorong perkembangan hukum atau tasyri' Islam berkembang pesat. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 1 PERIODE KEEMASAN TASYRI’ PADA MASA DAULAH DINASTI ABBASIYAH 750 – 1258 M Mahmud Zubaidi1a, Muhammad Khoirul Fikri1b, Afif Irfan Ahmad1c, Muhammad Faiq Farhan1d, Muhammad Arifani1e, Miftahul Alam Al-Waro’1f, Muhammad Zaenal Abidin1g, Ridho Nugroho1h 1Islamic Boarding School of JagadAlimussirry Surabaya, Indonesia 2State University Of Surabaya Email mahmudalzubaidi Abstract Perkembangan hukum Islam pada masa keemasan Dinasti Abbasiyah 750 – 1258 M merupakan masa keemasan tasyri’ Islam karena Daulah Bani Abbasiyyah ini tidak hanya membahas masalah penetapan hukum dan fatwa, tapi sudah merambah kajian medologis dan perumusan perumusan berbagai alternatif bagi perkembangan hukum, iklim dialog yang terbuka dan terus berkembang. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perkembangan pada masa keemasan Tasyri’ Islam pada Pemerintahan Bani Abbasiyyah, untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang menjadikan tasyri’ Islam mengalami kemajuan pada masa Bani Abbasiyyah. Hasil penelitian menunjukkaan bahwa pada masa Bani Abbasiyyah sudah ada kajian-kajian ilmiah seperti kajian filsafat, kajian kedokteran, kajian kimia dan budaya serta gerakan penerjemahan buku-buku Yunani dan Romawi ke dalam Bahasa Arab. Gerakan penerjemahan buku karya-karya Aristoteles, Plato, Galen dari Yunani dalam bidang filsafat, kedokteran, dan ilmu pengetahuan lainnya. Ulama’-Ulama’ pada masa Bani Abbasiyah yang telah mampu berijtihad, bebas melakukan ijtihad sendiri tanpa harus terikat dengan hasil ijtihad Fuqaha lain ketika sudah memenuhi klualifikasi berijtihad. Transformasi ilmu dan kebudayaan secara besar dari Yunani dan Romawi, tetapi hanya pada perubahan tata cara berpikir Orang Muslim yang dulunya masih simplistis disviativ menuju cara berpikir yang filosofis, analitis dan kritis yang mendorong perkembangan hukum atau tasyri’ Islam berkembang pesat. Keywords keemasan; kodifikasi/tadwin; dan madzhab. 2 PENDAHULUAN Perkembangan Islam mengalami kemajuan yang pesat, kemajuan-kemajuan tersebut merupakan suatu hal yang harus diketahui oleh Umat Islam sebagai wawasan, khasanah sejarah bagi agama Islam. Salah satunya perkembangan dalam bidang hukum atau tasyri’. Pada perkembangan tasyri’ dibagi menjadi enam periode, yaitu pertama periode Rasulullah, kedua periode Sahabat/ Khulafaur Rasyidin, ketiga periode Tabi’in, keempat periode keemasan, kelima periode keterpakuan tekstual, dan keenam adalah periode kebangkitan kembali hukum Islam Hasyim Nawawi, 2014. Periode keempat merupakan periode keemasan, yaitu ketika pada masa Dinasty Abbasiyah kepemimpinan Khalifah Harun Al Rosyid. Perkembangan tasyri’ pada masa ini memiki dampak untuk menghantar menuju masa keemasan. Pada masa Bani Abbasiyyah ini tidak hanya membahas masalah penetapan hukum dan fatwa, tapi sudah merambah kajian medologis dan perumusan perumusan berbagai alternatif bagi perkembangan hukum, iklim dialog yang terbuka dan terus berkembang. Perkembangan Islam pada masa keemasan ini, kita dapat mengetahui tokoh-tokoh besar Islam yakni para Imam Mujtahid. Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad Bin Hambal, keempat Imam Madzhab respresentatif untuk dijadikan panutan umat Islam di seluruh Dunia. Konsepsi para Imam dalam melakukan ijtihad sangat dipengaruhi faktor sosial budaya, politik dan kecenderungan dari masing-masing Imam. Madzhab meskipun semuanya merujuk dari dua sumber yang transsendental yakni Al-Qur’an dan Sunnah, yang mana Madhzab Imam Hanafi yang bercorak rasional, Imam Maliki bercorak tradisional, Imam Syafi’i memiliki corak moderat dan Imam Hambali bercorak fundamental hal tersebut dipengaruhi dari situasi dan kondisi sosio kultur masyarakat dimana hukum itu tumbuh dan berkembang. PEMBAHASAN 1. REFLEKSI PERKEMBANGAN SOSIAL SEBAGAI FAKTOR PENGHANTAR PROSES TASYRI’ MENUJU ERA KEEMASAN Pada masa Daulah Bani Abbasiyah selain perkembangan keilmuan yang begitu besar ada juga beberapa faktor yang memiliki andil diantaranya adalah dengan berkembangnya kajian-kajian ilimiah seperti kajian filsafat, kajian kedokteran, kajian kimia dan budaya serta gerakan penerjemahan buku-buku Yunani dan Romawi ke dalam Bahasa Arab. Gerakan penerjemahan buku karya-karya Aristoteles, Plato, Galen dari Yunani dalam bidang filsafat, kedokteran, dan ilmu pengetahuan lainnya sehingga bisa dibaca oleh Umat Islam Harun Nasution, 1973 11-2. Transformasi ilmu dan kebudayaan secara besar dari Yunani dan Romawi, tetapi lebih pada perubahan tata cara berpikir Muslim yang dulunya simplistis disviativ menuju cara berpikir yang filosofis, analitis dan kritis. Sehingga dapat kita rasakan dalam ilmu teologi bahkan dalam proses tasyri’ yang mengedepankan argumentasi logis-filosofis. Selain elaborasi di atas masih ada juga faktor utama yang mendorong perkembangan hukum Islam dan berkembang pesatnya ilmu di dunia Islam diantaranya Pertama orang-orang Romawi dan Yunani yang memiliki kebudayaan dan 3 peradaban tinggi yang mana setelah bercampur dengan orang-orang bangsa Arab. Semaraknya kajian-kajian ilmiah ketika berpindahnya Ibukota Pemerintahan pada masa Daulah Abbasiyah ke Kota Baghdad. Sehingga memberikan nuansa baru dalam dunia Islam dan terjadinya enkulturasi dan pembauran Ulama’ yang berafiliasi pada ahli hadist dan ahli ra’yi sehingga melahirkan orde baru dalam dunia Islam. Kedua berkembangnya kebebasan berpendapat pada masa Pemerintahan Daulah Abbasiyah memperbolehkan atau adanya kebebasan berpikir dan berpendapat serta tidak pula membatasi Madzhab tertentu, mereka bebas menentukan, menetapkan dan memutuskan hukum sesuai dengan sumber, metode, dan kaidah yang mereka yakini tingkat kevalidannya tinggi. Seseorang yang telah mampu berijtihad bebas melakukan ijtihad sendiri tanpa harus terikat dengan hasil ijtihad Fuqaha lain. Sedangkan bagi yang belum memenuhi klualifikasi berijtihad, boleh memilih dan bertaqlid pada Madzhab tertentu. Kebebasan berpendapat dan seringnya berdialog, berdiskusi dan munadharah ilmiah yang merupakan salah satu faktor penting bagi perkembangan ilmu tasyri’, perumusan metodologi, dan analisis persoalan-persoalan hukum, terumuskan dalam suasana dialog antar para Fuqoha dan pengikutnya. Imam Mujtahid menawarkan ide dan gagasan menyertainya dengan argumentasi dan dalil-dalil syar’i serta kemaslahatan yang menjadi tujuan moral hukum Islam, para periode sebelumya perbedaan sebatas ruang furu’ particular, sedangkan pada periode saat ini sudah merambah pada persoalan subtansial dan metologis. Sehingga pada periode saat ini dikatakan periode prospektif yang membuka ruang gerak dinamis sehingga melahirkan karya-karya besar seperti kitab Al-Um yang dinobatkan sebagai magnum opus Al Syafi’i. Selain bidang hukum, ilmu kalampun terjadi perdebatan, setiap kelompok memiliki cara berpikir sendiri dalam memahami aqidah Islam. Selain itu, terjadi pula pertarungan pemikiran antara Mutakalimin, Muhadditsin dan Fuqoha Kamil Musa, 1989 136. Kegiatan pelestarian Al-Quran juga menjadi semakin semarak minimal ada dua cara, yaitu dengan dicatat dikumpulkan dalam satu mushaf dan dihafal. Pelestarian Al-Qur’an melalui hafalan dilakukan dengan mengembangkan cara membacanya sehingga saat itu dikenal corak-corak bacaan Al-Qur’an yang dapat dibedakan menjadi dua bacaan yang shahih valid dan bacaan yang syadz cacat. Qira’ah yang dinilai shahih diantaranya Al-Qur’an Al-Sab’ah tujuh pembaca dan Al-Qur’an Al-Asyar sepuluh pembaca mereka adalah Nafi’ Ibn Abi Na’im qori’ di Madinah, Abd Allah Ibn Katsir qori’ dari Makkah, Abu Bakar Ashim Ibn Abu Al-Nujuh qori’ dari Kufah, Abu Amr Ibn Al-Ala Al-Madzani qori’ dari Bashrah, Abd Allah Ibn Amir qori’ di Damaskus. Hamzah Ibn Habib Al-Ziyat, Abu Al-Hasan Ali Ibn Hamzah Al-Kasai, Ya’qub Ibn Ishaq Al-Hadlrami, Khalf Ibn Hisyam Al-Bazzar dan Abu Ja’far Yazid IbnAl-Qa’qa. Pada urutan di atas urutan pertama sampai ketujuh dikenal sebagai A’Immat Al Qira’at Al-Sab’ah, dan urutan pertama sampai kesepuluh dikenal dengan Al-Qur’an Al-Asyar. Kamil Musa, 1989 137. Adanya perbedaan qira’at bacaan tentu mengakibatkan munculnya perbedaan dalam istimbath al-ahkam. Contohnya kata 4 arjulakum dibaca fathah pada huruf lam, maka artinya kaki wajib dibasuh ghust karena di athafkan pada kata wujuhakum wa aydiyakum. Sedangkan jika kata itu dibaca dengan kasroh pada hukum lam arjulikum, maka artinya kaki wajib diusap mash karena di athafkan pada ru’usikum Mana’ Qaththan, 1973 180. 2. GERAKAN KODIFIKASI PADA PERIODE KEEMASAN Elaborasi kodifikasi dalam berbagai disiplin ilmu secara langsung ataupun tidak langsung telah memberikan kontribusi besar bagi perkembangan tasyri’ a. Kodifikasi Hadist Berbeda dengan kodifikasi Al-Qur’an yang sudah ditulis sejal zaman Nabi dan telah dikumpulkan dalam satu mushaf pada zaman Abu Bakar serta ditertibkan bacaanya pada zaman Ustman Bin Affan, sedangkan hadist Nabi lebih banyak dihafal dari pada ditulis. Belum ada riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi memerintahkan penulisan hadist sebagaimana penulisan Al-Qur’an. Adanya pro dan kontra kebolehan dan larangan penulisan hadist yang memberikan beberapa kesimpulan yang pertama bahwa larangan penulisan hadist itu tidak berlaku untuk umum, melainkan dikhususkan pada penulisan wahyu, kedua larangan penulisan hadist terjadi pada masa-masa awal turunya wahyu, dimana para Sahabat saat itu belum bisa membedakan antara keduanya tetapi setelah itu, para Sahabat diperbolehkan menulis hadist. Pada masa Khulafatur Rosyidin hadist juga belum ditulis secara khusus, bukan khawatir kecampur dengan Al-Qur’an, tetapi khawatir akan terjadi kebohongan atau pemalsuan hadist dan berpalingnya para Sahabat dari Al-Qur’an kepada Hadist. Baru pada Khalifah Umar Bin Abdul Azis Khalifah kedelapan Bani Umaiyyah muncul desakan penulisan hadist. Minimal ada tiga tahapan kodifikasi hadist yaitu 1. Tahap pertama Awal abad ke 2 H ketika masa Khalifah Umar Bin Abdul Azis. Penulisan hadist pada periode ini telah dilakukan secara sistematis perbab contohnya bab sholat, bab jual beli, haji dan lain-lainnya. Hanya saja penulisan hadist masih bercampur dengan fatwa Sahabat, seperti karya Imam Malik Al-Muwatha’. 2. Tahap kedua Dimulai pada akhir abad ke 2 H, penulisan hadist berdasarkan sanad, dimana hadist ditulis berdasarkan sanad tertentu atau berdasarkan nama Sahabat-Sahabat yang meriwayatkan hadist. 3. Tahap ketiga Dimulai sekitar abad ke 3 H sampai akhir abad ke 4 H dimana pada tahap ketiga ini hadist telah terpisah dengan fatwa Sahabat. Pada tahap ketiga inilah kodifikasi hadist dikatakan benar-benar terwujud atau mendekati kesempurnaan, karena dalam penulisannya telah dipisahkan antara yang shahih dan dha’if. Karya agung hadist yang lahir pada perode ini adalah Kutub Al-Sittah yang ditulis oleh Muhammad Bin Ismail Al-Buchari, Muslim Bin Hajjaj Al-Naissabury, Abu Daud Sulaiman Bin Asy’at Al-Jastani, Abu Isa Muhammad Bin Isa Al-Salamani-Tirmidzi, dan Abu Abdur Rahman Ahmad Bin Syuaib An-Nasa’i. 5 b. Kodifikasi Tafsir Kodifikasi tafsir mengalami perkembangan dari masa ke masa, hal ini menunjukkan bahwa tafsir mengalami perkembangan dan tahapan. Pada zaman Sahabat tafsir sudah marak dilakukan baik oleh Sahabat atau oleh Nabi sendiri. Pada Zaman Tabi’in kebutuhan akan tafsir semakin meningkat terutama ketika berhadapan dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang kandungan hukumnya masih tersirat secara implisit. Pada akhir periode Tabi’in beberapa Ulama’-Ulama’ diantaranya yang bernama Sufyan Bin Uyainah, Waki’ Bin Jarah dan Ishaq Bin Rawaih mulai mengumpulkan tafsir-tafsir Nabi dan Sahabat dan memisahkannya dari hadist dan mengkodifikasi secara tersendiri yang pada akhirnya menjadi embrio disiplin ilmu tafsir. Disusun secara sistematis menurut kronologi surat dan ayat. Minimal ada dua metode tafsir pada periode ini yaitu 1. Pertama dengan metode tafsir bil ma’stur, yang berdasarkan ayat lain musasabah, hadist dan astar Sahabat. Mufassir yang mengembangkan metode ini diantaranya Al-Suyuthi, Al-Syaukani, Al Thabari. 2. Kedua dengan metode tafsir bil al-ra’yi atau tafsir ijtihadi, dengan menggunakan berdasarkan pemikiran atau ijtihad Ulama’. Perkembangan lebih lanjut dari kodifikasi tafsir pada periode ini terakhir mengarah pada penulisan dan pengkajian tafsir secara tematik, contohnya adalah tafsir ayat ahkam. c. Kodifikasi Fiqih Pada masa Daulah Abbasiyah muncul era baru kodefikasi fiqih, para Fuqoha menulis fatwa-fatwa kemudian diajarkan kepada murid-muridnya. Minimal ada tiga metode penulisan fiqih yaitu 1. Pertama metode penulian fiqh yang bercampur dengan hadist dan fatwa Sahabat dan Tabi’in. 2. Kedua metode penulisan fiqih yang terpisah dari hadist dan fatwa Sahabat. Pelopor metode ini adalah Fuqoha Hanafiyah. 3. Ketiga metode penulisan komparatif yang mengetengahkan berbagai pendapat berikut sumber, metode dan argumentasinya, kemudian didiskusikan untuk mendapatkan pendapat tervalid dengan dalil terkuat. d. Kodifikasi Ushul Fiqih Ushul fiqih merupakan kaidah dasar dan sebenarnya, kaidah-kaidah ushul fiqih lahir bersamaan dengan munculnya embrio dalam berijtihad. Perumus pertama ushul fiqih secara sistematis adalah Al-Syafi’i dalam karyanya Al-Risalah. Pada zaman Sahabat dan Tabi’in kaidah-kaidah ushul fiqih telah menjadi dasar dalam berijtihad. Dasar-dasar ushul fiqih telah ada sejak zaman Nabi dan Sahabat. 3. LAHIR DAN MELEMBAGANYA MADZHAB-MADZHAB Melembaganya Madzhab-Madzhab periode ini menjadi puncak dari prosesi tasyri’ yang merupakan keberlanjutan dari prosesi tasyri’ dari zaman Nabi, Sahabat, Tabi’in. Produk-Produk Fiqih Imam Mujtahid sebagai berikut A. Produk Fiqih Abu Hanifah 1 Benda wakaf pada hakikatnya masih tetap milik wakif. 2 Perempuan boleh menjadi Hakim di Pengadilan khusus yang menangani 6 masalah perdata bukan perkara pidana. 3 Sholat gerhana Matahari dan Bulan adalah dua rokaat sebagaimana sholat Id, tidak dilakukan dua kali ruku’ dalam satu rokaat. Al-Bayanuni, 198350. B. Produk Fiqih Madzhab Maliki 1 Kesucian Mustahadlah Perempuan yang mengalami istahadlah darah yang keluar selain haid dan nifas diwajibkan satu kali mandi. Kesucianya cukup dengan berwudlu dan boleh melakukan sholat Daib Al-Bu’a, 1993443-6. 2 Berjima’ dengan Perempuan Mustahadlah Laki-laki diharamkan berjima’ dengan istrinya ketika sedang haid dan nifas. 3 Qomat Sholat Qomat sholat hanya dilakukan satu kali. 4 Bacaan Sholat dibelakang Imam Ketika sholat berjama’ah, Makmum disunnatkan membaca bacaan sholat ketika bacaan sholat Imam tidak terdengar Al-Jagr dan meninggalkan bacaan sholat ketika bacaan sholat Imam terdengar. 5 Takbir Zawa’id dalam Sholat Hari Raya Takbir zawa’id dalam sholat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha adalah enam kali takbir, selain takbirotulikrom pada rokaat pertama, sedangkan takbir pada rokaat kedua adalah lima kali takbir. 6 Jumlah Rokaat Sholat Witir Menuru Imam Malik paling sedikit tiga rokaat. 7 Sholat Musafir Orang ketika melakukan berpergian atau dalam perjalanan diperbolehkan melakukan sholat qoshar dan jama’. 8 Bacaan Sholat Jenazah Sholat Jenazah terdapat empat kali takbir, setelah masing-masing takbir terdapat bacaan yang dianjurkan dibaca. Menurut Abu Hanifah dan Imam Malik berkata dalam sholat Jenazah tidak ada bacaan Al-Fatihah, yang ada hanyalah do’a. 9 Sujud Tilawah Tempat bacaan sujud tilawah dalam Al-Qur’an yang pembaca dan pendengar dianjurkan sujud terdapat pada 11 ayat. Ayat-ayat Sajdah yang pembacanya dan yang mendengarnya tidak dianjurkan sujud ketika dalam surat Al-Hajj, Al-Insyiqoq dan Al-Alaq atau Alqolam. 10 Nishab Zakat Emas Sebesar 20 dinnar tanpa memperhitungkan harganya. Emas kurang dari 20 dinnar tidak wajib berzakat. 11 Zakat Harta Orang yang Memiliki Hutang Apabila Orang yang bersangkutan memiliki harta untuk membayar utangnya, dan uang kecuali hanya untuk membayar utangnya, atau ia memiliki harta lebih dari utangnya tetapi tidak 7 sampai satu nishab, maka ia tidak wajib zakat. 12 Zakat Utang Orang yang mengutangkan hartanya kepada Orang lain, harta yang dipinjamkan mencapai nishab, yang bersangkutan wajib mengeluarkan zakat secara mutlak, apabila kewajibannya ditunaikan, apabila utang telah dikuasai kembali yang sebanding dengan harta yang mencapai nishab zakat atau apabila jumlah pembayaran utang. 13 Tanaman dan Buah-Buahan yang Wajib Dizakati Harta yang tidak termasuk buah- buahan dan tanaman tidakwajib dizakati. 14 Zakat Tijarah Kadar zakarnya sepersepuluh 10%, kecuali benda-benda yang secara khusus di bawah ke Daerah tertentu. 15 Berhenti Talbiyah Ketika ibadah haji terdapat talbiyah, talbiyah tidak diucapkan kembali jika matahari terbenam pada hari Arafah. 16 Khiyar Majlis Menurut Abu Hanifah dan Imam Malik tidak ada. 17 Barter Gandum dengan Jelai dengan Tambahan Gandum dan Jelai adalah satu jenis, oleh karena itu tidak boleh ditukar dengan tambahan dari salah satunya. 18 Bapak Mengawinkan Anak Perempuannya tanpa Izin Wali Mujbir adalah wali yang berhak mengawinkan anak perempuanya tanpa izin dari anak yang dikawinkannya itu sah. 19 Hak Bulan Madu Bagi Suami yang Berpoligami Apabila perempuan yang dinikahinya masih Gadis, hak bulan madunya tujuh malam, dan hak buan madu janda tiga malam. 20 Kadar Susuan yang Mengharampan Perkawinan Setiap susuan bisa dapat menjadi sebab haramnya menikah dengan Ibu dan Saudara sesusuan, karena banyak sedikitnya susuan adalah sama-sama menjadikan haram untuk dinikahi. 21 Taklak Dua yang Berkelanjutan Perempuan yang dicerai oleh Suaminya dengan talak satu atau talak dua kemudian perempuan tersebut menyelesaikan waktu tunggunya dan menikah lagi dengan laki-laki lain, kemudian ia ditinggal mati atau dicerai kembali oleh Suaminya yang kedua. Maka talak dari pernikahan yang pertama masih berlaku. 22 Talak Selesainya Waktu Tunggu Ila Suami yang melaukan ila Suami yang bersumpah tidak akan mencampuri Istrinya terhadap Istrinya tidak tergolong menceraikan, setelah waktu tunggunya selesai Suami berhak memilih menceraikan atau menyentuhnya kembali. 8 23 Diyat karena Luka oleh Kerabat Ulama’ berpendapat aqilah wajib membayar diyat karena pembunuhan yang tidak disengaja. Menurut Imam Malik tidak wajib membayar diyat jika diyat kurang dari sepertiga. 24 Sanksi Kafir Dzimmi dengan Sengaja Seorang Muslim yang membunuh Kafir Dzimmi tidak dibunuh kecuali pembunuhan tersebut disertai penipuan. 25 Pengaruh Zina terhadap Perkawinan Haram kawin dengan Ibu Mertua 26 Kesaksian Penuduh Zina setelah Bertaubat Imam Malik kesaksian orang menuduh zina diterima setelah bertaubat. C. Produk Fiqih Madzhab Syafi’i Imam Syafi’i melahirkan sebuah ijtihad yang dikenal dengan istilah qaul qadim dan qaul jadid. Qaul qadim adalah pandangan fiqih Imam Syafi'i versi masa lalu. Sedangkan qaul jadid adalah pandangan fiqih Imam Syafi'i menurut versi yang terbaru. Tabel qaul qodim dan qaul jadid 9 Sumber buku Tarikh Tasyri’, 2014 D. Produk Imam Hambali Berikut adalah beberapa produk dari Imam Hambali 1 Nishab harta curian yang Pencurinya harus dikenai sanksi potong tangan adalah ¼ dinar atau 3 dirham. 2 Pemerintahan atau Khalifah harus dari kalangan Quraisy. 3 Mewajibkan taad kepada Imam dan Amirul Mukminin. 4 Jual beli belum diangap lazim meskipun telah terjadi ijab dan qobul akad apabila Penjual dan Pembeli masih dalam satu ruangan tempat tersebut. E. Produk Fiqih Madzhab Zhahiri Daud Al-Zhahiri, sebagaimana dikatakan oleh Al-Syahrastani, termasuk Ulama’ aliran hadist diantara pendapatnya adalah sebagai berikut 1 Junub boleh menyentuh Al-Qur’an 2 Pemimpin mesti dari kalangan Quraisy 3 Bagian Tubuh Wanita yang boleh di lihat ketika dipinang adalah seluruh anggota tubuh boleh dilihat secara mutlak. 4 Menikah dengan Perempuan yang dipinang laki-laki lain dianggap fasakh, baik sudah melakukan pesetubuhan maupun belum. F. Madzhab Syi’ah Terbagi dua yaitu Syi’ah Imamiyah terdiri dari dua belas Imam yang menjadi Murja’ panutan. Kedua Syi’ah Zaidiyah adalah golongan yang berpegang kepada dasar-dasar yang telah digariskan oleh Zaid Ibn Ali Zainal Abidin. 10 KESIMPULAN Perkembangan tasyri’ dibagi menjadi enam periode, yaitu pertama periode Rasulullah, kedua periode Sahabat/ Khulafaur Rasyidin, ketiga periode Tabi’in, keempat periode keemasan, kelima periode keterpakuan tekstual, dan keenam adalah periode kebangkitan kembali hukum Islam. Pada periode keempat merupakan periode keemasan, yaitu ketika pada masa Dinasty Abbasiyah kepemimpinan Khalifah Harun Al Rosyid. Terdapat tiga faktor utama pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah yang menghantarkan tasyri’ menuju masa keemasan yaitu faktor perkembangan sosial, kodefikasi dan melembaganya Imam Madzhab. Berikut beberapa produk pada masa keemasan tarikh tasyri’ yang meliputi semaraknya kajian-kajian ilmiah, kebebasan berpikir, kodefikasi hadist, kodifikasi tafsir, kodifikasi fiqih dan kodifikasi ushul fiqih, melembaganya Imam Madzhab diantaranya meliputi Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I, Imam Hambali, Madzhab Zhahiri dan Madzhab Syi’ah. Perkembangan tarikh tasyri’ pada masa Daulah Abbasiyah ini dampaknya besar sekali untuk menghantar menuju masa keemasan dan mendorong perkembangan hukum atau tasyri’ Islam berkembang pesat. DAFTAR PUSTAKA Ahmad Al-Usairy. 2008. Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX. Cet. Keenam. Jakarta Akbar Media Eka Sarana. Hal. 188. Al-Hakim, Muhammad Taqiy. 1963. Al-Ushul Al-Ammah Li Al-Fiqh Al-Muqarin. Beirut Dar Al-Andalus. Al-Syahwi, Ibrahim Dasuqi. 1961. Al-Sariqah Fi-Al-Tasyri’ Al-slami Muqaram Bi Al-Qonun Al-Qodl’i. Kairo Maktabah Dar Al-Urubah. Hanafi, Ibnu Syuhnah. 1973. Lisan Al-Hukum Fi Ma’rifat Al-Ahkam. Mesir Musthafa Al-Babi-Al-Halabi. Khalaf, Abdul Al-Wahab. Mushadir Al-Tasyri’ Al-Islami Fima La Nashsha Fih. Kuwait Dar Al-Qalam. Muhammad Ali Al-Shabuni, Al-Tibyan Fi Ulum Al-Quran, Maktabat al-Ghazali, Muhammad Nova Efeenty dan Lahaji “Qaul Qadim dan Qaul Jadid Imam Syafi’i Telaah Faktor Sosiologinya,” Skripsi Program S1 Fakultas Syariah IAIN Sultan Amai Gorontalo, 2015. Musa, Muhammad Kamil. 1989. Al-Madkhal Ila Al-Tasyri’ Al-Islami. Beirut, Mu’assasah Al-Risalah. Nasution, Harun. 1985. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya’. Jakarta, U-Press. Nawawie, Hasyim. 2014. Tarikh Tasyri’. Surabaya, Jenggala Pustaka Utama. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XXAhmad Al-UsairyAhmad Al-Usairy. 2008. Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX. Cet. Keenam. Jakarta Akbar Media Eka Sarana. Hal. Qadim dan Qaul Jadid Imam Syafi'i Telaah Faktor SosiologinyaMuhammad Nova Efeenty Dan LahajiMuhammad Nova Efeenty dan Lahaji "Qaul Qadim dan Qaul Jadid Imam Syafi'i Telaah Faktor Sosiologinya," Skripsi Program S1 BABI. SEJARAH DAKWAH RASULULLAH SAW PADA PERIODE MEKKAH DAN MADINAH. A. Dakwah Rasulullah SAW pada Periode Mekah. Objek dakwah Rasulullah SAW pada awal kenabian adalah masyarakat Arab Jahiliyah, atau masyarakat yang masih beradadalam kebodohan. Dalam bidang agama, umumnya masyarakatArab waktu itu sudah menyimpang jauh dari ajaran agama tauhid
- Daulah Abbasiyah atau Bani Abbasiyah merupakan kekhalifahan Islam ketiga yang berkuasa antara 750-1258. Selain menjadi kekhalifahan yang paling lama memerintah, yaitu selama lima abad, Abbasiyah juga berhasil menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dunia. Dinasti Abbasiyah resmi berdiri setelah memenangkan revolusi atas Kekhalifan Bani Umayyah pada tahun Dinasti Abbasiyah yang sekaligus menjadi khalifah pertamanya adalah Abdullah As-Saffah bin Ali bin Abdullah bin Al-Abbas, atau lebih dikenal dengan Abdul Abbas As-Saffah. Berikut ini latar belakang berdirinya Dinasti Abbasiyah. Baca juga Faktor Penyebab Runtuhnya Kekhalifahan Bani Umayyah Krisis pada pemerintahan Bani Umayyah Latar belakang berdirinya Daulah Abbasiyah tidak terlepas dari berbagai masalah yang mewarnai pemerintahan Bani Umayyah. Sejak awal berdirinya Dinasti Umayyah Sunni, kelompok Muslim Syiah telah memberontak karena merasa hak mereka terhadap kekuasaan dirampok oleh Muawiyah pendiri Bani Umayyah dan keturunannya. Begitu pula dengan kelompok Khawarij, yang juga merasa bahwa hak politik tidak dapat dimonopoli oleh keturunan tertentu, tetapi hak setiap Muslim. Masalah itu terus memburuk hingga pada pertengahan abad ke-8, banyak umat yang tidak lagi mendukung Bani Umayyah, yang dinilai korup, sekuler, dan memihak sebagian kelompok. Kelompok lain yang sangat membenci kekuasaan Dinasti Umayyah adalah Mawalli, yaitu orang-orang Muslim non-Arab. Mereka yang kebanyakan dari Persia ini merasa tidak diperlakukan setara dengan orang Arab karena diberi beban pajak lebih tinggi. Keadaan pun semakin diperburuk oleh perang saudara antara sesama Bani Umayyah, yang oleh masyarakat telah dicap bermoral buruk. Baca juga Revolusi Abbasiyah, Runtuhnya Kekhalifahan Bani Umayyah Revolusi Abbasiyah Wikimedia Commons/Muhammad Bal'ami Abu as-Saffah selama Revolusi Abbasiyah di Kufah. Permasalahan yang menimpa pemerintahan Bani Umayyah memicu lahirnya Gerakan Abbasiyah sendiri diambil dari nama paman Nabi Muhammad SAW, Al-Abbas. Gerakan ini berusaha menggulingkan Kekhalifahan Umayyah karena mengklaim Daulah Abbasiyah sebagai penerus sejati Nabi Muhammad, berdasarkan garis keturunan mereka yang lebih dekat. Dalam revolusinya, Daulah Abbasiyah berbekal janji akan mendirikan sistem yang lebih ideal bagi umat Islam, daripada Dinasti Umayyah yang dinilai sebagai penindas dan tidak memiliki legitimasi keagamaan. Gerakan yang dilakukan Bani Abbasiyah pun didukung oleh sebagian besar orang Arab yang dirugikan Umayyah, dengan tambahan faksi Yaman, Mawali, Khawarij, dan Syiah. Kelompok inilah yang mendukung Abdul Abbas As-Saffah, keturunan paman Nabi Muhammad, untuk melakukan revolusi guna menggulingkan kekuasaan Bani Umayyah. Baca juga Abu Muslim Al Khurasani, Panglima Abbasiyah yang Berakhir Dimutilasi Selain, Abdul Abbas As-Saffah, salah satu tokoh yang berperan dalam proses berdirinya Daulah Abbasiyah adalah Abu Muslim Al Khurasani. Abdul Abbas As-Saffah merekrut Abu Muslim Al Khurasani sebagai agen propaganda sekaligus panglima perang. Peran Abu Muslim Al Khurasani begitu sentral ketika menjadi agen propaganda Gerakan Abbasiyah pada 746. Ia mampu menarik simpati rakyat Khurasan untuk menggalang kekuatan politik dan mendeklarasikan gerakan oposisi Abassiyah. Setahun kemudian, yakni pada 747, Abu Muslim Al Khurasani memimpin pemberontakan pada kekuasaan Bani Umayyah di Merv, sekarang masuk Tukmenistan. Pertempuran itu berlangsung hingga mampu menguasai Herat, Balkh, Tukharistan, Tirmidh, Samarqand, dan Bukhara. Peperangan Revolusi Abbasiyah memuncak pada 750, ketika terjadi Pertempuran Zab, yang menandai runtuhnya Bani Umayyah. Khalifah Bani Umayyah terakhir, Marwan II, berhasil ditangkap dan dibunuh di Mesir, sedangkan Abdul Abbas As-Saffah resmi memimpin Bani Abbasiyah sebagai khalifah pertamanya. Referensi Ismail, Faisal. 2017. Sejarah & Kebudayaan Islam Periode Klasik Abad VII-XII M. Yogyakarta Diva Press. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Dimasa Abbasiyah, gaya lama dimodifikasi dan gaya baru diciptakan. Di masa Abbasiyah, gaya lama dimodifikasi dan gaya baru diciptakan. REPJABAR; REPJOGJA; RETIZEN; BUKU REPUBLIKA; Monday, 27 Safar 1443 / 04 October 2021. Menu. HOME; RAMADHAN Kabar Ramadhan; Puasa Nabi; Tips Puasa; Kuliner; Fiqih Ramadhan; Hikmah Ramadhan; Video; Infografis
Kami menyajikan informasi terkait Uraikan Tingkat Pertama Proses Penulisan Buku Pada Masa Abbasiyah. Malay Eljq88y09v41 Gambar Dari Http Eprints Iain Surakarta Ac Id 4689 1 Imam 20singgih 20romadhoni Pdf Gambar Dari Kelas Vii Smp Ips I Wayan Legawa Gambar Dari Pdf Kemunduran Dan Kehancuran Dinasti Abbasiyah Serta Dampaknya Gambar Dari S P I Dinasti Abasiyyah Gambar Dari Rpp Bab 7 Docx Gambar Dari Itulah yang dapat kami bagikan terkait uraikan tingkat pertama proses penulisan buku pada masa abbasiyah. Admin blog Berbagai Buku 01 February 2019 juga mengumpulkan gambar-gambar lainnya terkait uraikan tingkat pertama proses penulisan buku pada masa abbasiyah dibawah ini. Perkembangan Ilmu Pengetahuan Pada Masa Dinasti Abbasiyah Travel Gambar Dari Akhirnya Kutemukan Kebenaran Dr Sayyid Muhammad Al Tijani Al Samawi Gambar Dari Rpp Bab 7 Docx Gambar Dari Griya Buku Muslim 610 Photos 6 Reviews Bookstore Griya Gambar Dari Uraikan Tingkat Kedua Dari Proses Penulisan Buku Pada Masa Gambar Dari Kiai Abdul Wahid Hasyim Dan Pandangan Tentang Nu Kembali Ke Gambar Dari Bab 7 Perkembangan Islam Pada Masa Daulah Bani Abbasyiyah Gambar Dari S P I Dinasti Abasiyyah Gambar Dari Doc Perkembangan Islam Pada Masa Bani Umayyah Dan Bani Abbasiyah Gambar Dari Demikianlah pembahasan yang dapat kami sampaikan mengenai uraikan tingkat pertama proses penulisan buku pada masa abbasiyah. Terima kasih telah berkunjung ke blog Berbagai Buku 01 February 2019. Menerjemahkanbuku-buku dari bahasa asing (Yunani,Syiria Ibrani, Persia, India, Mesir, dan lain-lain) ke dalam bahasa Arab. Buku-buku yang diterjemahkan meliputi ilmu kedokteran, mantiq (logika), filsafat, aljabar, pesawat, ilmu ukur, ilmu alam, ilmu kimia, ilmu hewan, dan ilmu falak.Pengetahuan keagamaan seperti fikih, usul fikih, hadis Penelitian ini bertujuan membahas secara mendasar mengenai capaian Dinasti Abbasiyah peradaban dan kontribusinya bagi dunia. Metode penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif melalui analisis teori serta studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa capaian Dinasti Abbasiyah mendapati kepesatan pada bidang ekonomi, politik, sosial hingga ilmu pengetahuan. Penelitian ini memiliki signifikasi untuk pengembangan diskursus ilmu literatur sejarah Islam, mengingat diskursus tersebut sangatlah banyak. Kesimpulan pada penelitian ini adalah Dinasti Abbasiyah memimpin kekuasaan Islam dan dapat menyebarluaskannya dengan baik di Baghdad. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 1 DINASTI ABBASIYAH CAPAIAN PERADABAN DAN KONTRIBUSINYA BAGI DUNIA Adha Santri Madani,1 Fakhri Putra Tanoto,2 Nisa Halwati,3 1Jurusan Manajemen Pendidikan Islam – Institut PTIQ Jakarta almadaniadha 2Jurusan Manajemen Pendidikan Islam – Institut PTIQ Jakarta fakhriputra12 3Jurusan Manajemen Pendidikan Islam – Institut PTIQ Jakarta nisahalwati2 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan membahas secara mendasar mengenai capaian Dinasti Abbasiyah peradaban dan kontribusinya bagi dunia. Metode penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif melalui analisis teori serta studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa capaian Dinasti Abbasiyah mendapati kepesatan pada bidang ekonomi, politik, sosial hingga ilmu pengetahuan. Penelitian ini memiliki signifikasi untuk pengembangan diskursus ilmu literatur sejarah Islam, mengingat diskursus tersebut sangatlah banyak. Kesimpulan pada penelitian ini adalah Dinasti Abbasiyah memimpin kekuasaan Islam dan dapat menyebarluaskannya dengan baik di Baghdad. ABSTRACT This study aims to discuss fundamentally the achievements of the Abbasid dynasty of civilization and its contribution to the world. This research method is qualitative by using descriptive method through theoretical analysis and literature study. The results of this study conclude that the achievements of the Abbasid dynasty found speed in the fields of economy, politics, social and science. This research has significance for the development of Islamic historical literature discourse, considering that there are many discourses. The conclusion of this study is that the Abbasid dynasty led Islamic rule and was able to spread it well in Baghdad. Keyword Dinasti Abbasiyah, Sejarah Islam, Baghdad 2 1. PENDAHULUAN Islam sebagai agama yang benar tentu membawa ajaran yang sesuai dengan realitas serta prinsip kemanusiaan yang menjunjung tinggi harkat, martabat, serta derajat manusia. Islam datang membawa cahaya gemerlapan di tengah-tengah manusia yang berada dalam kegelapan. Islam juga datang membawa petunjuk agar manusia selamat duni dan akhirat. Sejarah telah membuktikan kebenarannya bahwa Islam pernah menjadi adikuasa di bumi ini. Peradaban Islam mencapai puncaknya pada Dinasti Abbasiyah. Dinasti Abbasiyah merupakan Dinasti yang berkuasa setelah Dinasti Umayyah di Damaskus runtuh. Setelah keruntuhannya, Dinasti Abbasiyah membangun peradaban Islam atas asas ilmu pengetahuan. Runtuhnya Dinasti Ummayah ketika Marwan selaku khalifahnya dibunuh pada tahun 750 M. Ketika itu Abu Al-Abbas mendeklarasikan dirinya sebagai khalifah pertama Dinasti Abbasiyah. Abbas mendapat gelar Al-Saffah yang berarti penumpah atau peminum darah. Gelar tersebut diberikan kepadanya karena dia mengeluarkan dekret kepada gubernurnya yang berisi perintah untuk membunuh tokoh-tokoh Bani Ummayah. Tidak sampai disitu, Abbas pun melakukan perbuatan keji dengan menggali kuburan para khalifah Bani Ummayah kecuali Umar II, dan tulang-tulangnya dibakar. Maka dari itu, berdirilah Dinasi Abbasiyah ini menuju kekuasaan yang bersifat internasional. Sebelum Abbas meninggal, ia mengangkat saudaranya yangg bernama Abu Ja’far 754-755 dan diberinya gelar Al-Mansur yang berarti sultan Tuhan di atas bumi-Nya. 2. METODE Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif-deskriptif. Penelitian kualitatif dikatakan sebagai rangkaian penelitian yang mampu menghasilkan data berupa deskriptif kata-kata baik tertulis atau lisan dari objek atau perilaku manusia yang dapat diamati. Penelitian ini juga menggunakan analisis teori dan studi kepustakaan. Analisis teori adalah salsah satu teknik dalam penelitian yangg menjadiikan teori sebagai acuan dari kebenaran, fakta, dan keadaan objek yang diteliti. Analisis teori digunakan sebagai alat pembacaan realitas yang kemudian dikonstruksikan menjadi deskripsi yang argumentatif. Studi kepustakaan dipakai untuk memperkaya literatur penelitian, agar kemudia dapat ditarik sebuah kesimpulan. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Pencapaian Peradaban Dinasti Abbasiyah Berdirinya Dinasti Abbasiyah berawal sejak rapuhnya kekuasaan Bani Ummayah yang berujung pada keruntuhan Dinasti Ummayah di Damaskus. Dengan Wahyudin Darmalaksana, “Metode Penelitian Kualitatif Studi Pustaka Dan Studi Lapangan,” Pre-Print Digital Library UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2020, 1–6, Penelitian L. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif Bandung Remaja Rosdakarya, 2007, 8. Hamad, “Lebih Dekat Dengan Analisis Wacana,” Jurnal Komunikasi, 2007, 325–44. 3 segala konflik yang dialami oleh Bani Ummayah, menjadikan Bani Abbasiyah maju sebagai pengganti kepemimpinan umat Islam. Bani Abbasiyah mendapatkan dukungan dari masyarakat, terutama dari kalangan Syi’ah. Dukungan tersebut sebagaimana yang dijanjikan oleh Bani Abbasiyah untuk menegakkan kembali keadilan seperti yang dipraktikan oleh Khulafaurrasyidin. Sejarah penamaan Dinasti Abbasiyah diambil dari salah satu paman Nabi Muhammad Saw yang bernama Al-Abbas ibn Abd Al-Muthalib ibn Hisyam. Menurut as-Suyuthi, ia adalah seorang yang bermoral tinggi, memiliki loyalitas, disegani, berpikir luas, pemalu, dan bertingkah laku baik. Ia sopan dan menepati janji sesuai waktunya. Namun, dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di awal kekuasaannya, dapat disebutkan bahwa khalifah pertama ini berwatak keras, terutama kepada siapa saja yang tidak sepaham dengan keinginannya Gelar as Saffab si haus darah yang disandangnya merepresentasikan sifat dan watak al-Abbas yang "haus darah". Kekerasan Abu al-Abbas dapat diduga karena rasa dendam yang begitu mendalam terhadap kezaliman Dinasti Bani Umayyah yang selalu menumpas setiap para penentangnya. Perjalanan hidupnya yang dipengaruhi oleh suasana permusuhan para penentang penguasa Bani Umayyah ikait membentuk wataknya menjadi keras. Dinasti ini didirikan oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abbas. Bani Abbasiyah mengakui lebih berhak dari Bani Ummayah atas kekhalifahan Islam, hal ini jika ditelusuri secara garis keturunan Bani Abbasiyah lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka, Bani Ummayaah menguasaii bangku kekhalifahan Islam secara paksa melalui tragedi Perang Siffin. Kekuasaan Bani Abbasiyah berlangsung selama lima abad sejak tahun 750 1258 M. Periode Dinasti Abbasiyah dibagi menjadi lima, yaitu 1. Periode I 132 H - 232 H / 750 M – 847, Persia. 2. Periode II 232 H – 334 H / 847 M – 945 M, Turki I. 3. Periode III 334 H – 447 H / 945 M – 1055 M, Pemerintahan Dinasti Buwaih. 4. Periode IV 447 H – 590 H / 1055 M – 1194 M, Bani Seljuk Turki II 5. Periode V 590 – 656 H / 1194 M – 1250 M, periode yang terbebas dari pengaruh Dinasti lainnya. Pemerintahan Dinasti Abbasiyah mencapai masa keemasannya pada masa khalifah Harun Al-Rashid dan putranya yang bernama Al-Ma’mun. Secara politis, para khalifah adalah tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan dan agama. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Harun ar-Rasyid oleh sejarawan dianggap sebagai khalifah paling besar dan cemerlang yang membawa Dinasti Abbasiyah ke zaman keemasannya. Ia memerintah selama 23 tahun dan kekayaan banyak dimanfaatkan Harus Al-Rashid untuk keperluan sosial seperti dibangunnya rumah sakit, lembaga pendidikan dan yang lainnya. 4 Dalam kitab-kitab sejarah pun ia mendapat pembahasan yang paling panjang di antara khalifah lainnya. mengomentari pemerintahan Harun ar-Rasyid dengan tulisannya "Harun's reputation was for a long time inflated and idealized in th East and West, perhaps largely because of his legendary role as a figure in some of the tales in The Arabian Nights. The Caliphate reached i peak of power, wealth, and culture in his time." Nama Harun dalam masa yang begitu lama amat termahsyur dan menjadi buah bibir, baik di Timur maupun di Barat, mungkin sebagian besarnya disebabkan karena ia merupakan tokoh legendaris dalam sebagian kisah Seribu Satu Malam. Khalifah mencapai puncak kekuasaan, kemakmuran, dan kebudayaan, pada masanya. Pada masa tersebut dapat dianggap bahwa kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan berada pada zaman keemasan. Baghdad saat itu muncul menjadi pusat dunia dengan tingkat kemakmuran dan peran internasional yang luar biasa. Kejayaanya berjalan seiring dengan kemakmuran kerajaan, terutama ibu kotanya. Sehingga saat itu Baghdad menjadi kota yang tidak ada bandingannya di sekitar Jazirah Arab. Masa khalifah Al-Ma’mun setelah menggantikan Harus Al-Rashid dikenal dengan sangat cintanya kepada ilmu filsafat. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk menerjemahkan buku asing tersebut, Al-Ma’mun rela sampai menggaji penerjemah dari penganut agama lain yang ahli. Ia juga mendirikan lembaga pendidikan yang salah satunya bernama Baitul Hikmah. Baitul Hikmah merupakan perpustakaan yang juga berfungsi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Institusi ini merupakan kelanjutan dari institusi serupa di masa imperium Sasania Persia yangg bernama Jundishapur Academy. Baitul Hikmah dipergunakan secara lebih maju yaitu sebagai tempat penyimpanan buku-buku kuno yang didapat dari Persia, Byzantium, bahkan Ethiopia dan India. Kontribusi Dinasti Abbasiyah Untuk Peradaban Dunia Kontribusi Dinasti Abbasiyah yang terlihat adalah bidang ilmu pengetahuan terutama di bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia dan sejarah. Dalam lapangan astronomi terkenal nama al-Fazari sebagai astronom Islam yang pertama kali menyusun astrolobe. Lihat misalnya Abu Ja'far Muhammad Ibn Jarir ath-Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Mulke Jilid IX; Beirut Dar el-Fikr, 1987. Ia menjadi figur yang legendaris karena cerita-cerita tentang dirinya dalam kitab Alf Laylah wa Laylah 1001 Malam. Lihat Encyclopedia Americana Vol. XIII; New York Americana Corporation, 1976, hlm. 834. 30 Dikutip oleh Joesoef Souyb, Sejarah Daulat Abbasiyah I Jakarta Bulan Bintang, 1977, hlm. 103. 5 Al-Fargani, yang dikenal di Eropa dengan nama Al- Faragnus, menulis ringkasan ilmu astronomi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan Johannes Hispalensis. Dalam lapangan kedokteran dikenal nama al-Razi dan Ibn Sina. Al-Razi adalah tokoh pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan measles. Dia juga orang pertama yang menyusun buku mengenai kedokteran anak. Sesudahnya, ilmu kedokteraan berada di tangan Ibn Sina. Ibn Sina yang juga seorang filosof berhasil menemukan sistem peredaran darah pada manusia. Diantara karyanya adalah al-Qoonuun fi al-Thibbyang merupakan ensiklopedi kedokteran paling besar dalam sejarah. Dalam bidang optikal Abu Ali al-Hasan ibn al-Haythami, yang di Eropa dikenal dengan nama Alhazen, terkenal sebagai orang yang menentang pendapat bahwa mata mengirim cahaya ke benda yang dilihat. Menurut teorinya yang kemudian terbukti kebenarannya bendalah yang mengirim cahaya ke mata. Di bidang kimia, terkenal nama Jabir ibn Hayyan. Dia berpendapat bahwa logam seperti timah, besi dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak dengan mencampurkan suatu zat tertentu. Di bidang matematika terkenal nama Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, yang juga mahir dalam bidang astronomi. Dialah yang menciptakan ilmu aljabar. Kata “aljabar” berasal dari judul bukunya, al-Jabr wa al-Muqoibalah. Dalam bidang sejarah terkenal nama al-Mas’udi. Dia juga ahli dalam ilmu geografi. Diantara karyanya adalah Muuruj al-Zahab wa Ma’aadzin al-Jawahir. Tokoh-tokoh terkenal dalam bidang filsafat, antara lain al-Farabi, Ibn Sina, dan Ibn Rusyd. Al-Farabi banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika dan interpretasi terhadap filsafat Aristoteles. Ibn Sina juga banyak mengarang buku tentang filsafat. Yang terkenal diantaranya ialah al-Syifa’. Ibn Rusyd yang di Barat lebih dikenal dengan nama Averroes, banyak berpengaruh di Barat dalam bidang filsafat, sehingga di sana terdapat aliran yang disebut dengan Averroisme. Demikianlah kemajuan politik dan kebudayaan yang pernah dicapai oleh pemerintahan Islam pada masa klasik, kemajuan yang tidak ada tandingannya di kala itu. Pada masa ini, kemajuan politik berjalan seiring dengan kemajuan peradaban dan kebudayaan, sehingga Islam mencapai masa keemasan, kejayaan dan kegemilangan. Kelebihan dan Kekurangan Pemerintahan Abbasiyah Kelebihan Pemerintahan Abbasiyah a. Ekonomi Dinasti Abbasiyah dipimpin oleh para Khalifah yang cerdas dan kuat, seperti al-Mansur, al-Rasyid dan al-Ma’mun, sehingga dinasti ini mampu bertahan selama berabad-abad. Dinasti Abbasiyah mewarisi wilayah-wilayah kekuasaan Bani Umayah yang sangat luas. Dinasti Abbasiyah berhasil mengukir sejarah sebagai dinasti Islam era keemasan dan zaman yang paling gemilang 6 serta zaman yang paling sempurna. Pada era ini kemajuan di bidang ekonomi, politik, sosial, militer dan ilmu pengetahuan berhasil diraih. Peradaban Abbasiyah berpusat di Baghdad dan menjadi pusat pengendalian pemerintahan, Bagdad merupakan sebuah kota yang terletak di daerah yang sangat strategis bagi perniagaan dan perdagangan. Oleh sebab perekonomian berkembang pesat dan jumlah penduduk juga merupakan faktor turut meningkatkan pertumbuhan ekonomi dinasti Abbasiyah. Adapun komoditi yang menjadi primadona pada masa itu adalah bahan pakaian atau tekstil yang menjadi konsumsi pasar Asia dan Eropa. Sehingga industry di bidang penenunan seperti kain, bahan-bahan sandang lainnya dan karpet berkembang pesat. Bahan-bahan utama yang digunakan dalam industri ini adalah kapas, sutra dan wol. Industri lain juga yang berkembang pesat adalah pecah belah, keramik dan parfum. Disamping itu, perkembangan juga industri kertas dengan memanfaatkan ahli teknologi Cina, yaitu dengan memanfaatkan mereka yang tertawan dalam pertempuran di Asia Tengah pada tahun 751 alat tukar menggunakan mata uang dinar emas dan dirham perak. Penggunaan mata uang ini secara ekstensif mendorong tumbuhnya perbankan. Hal ini disebabkan para pelaku ekonomi yang melakukan perjalanan jauh, sangat beresiko jika membawa kepingan-kepingan tunai uang. Sehingga bagi para pedagang yang melakukan perjalanan digunakan sistem yang dalam perbankan modern disebut cek, yang waktu itu dinamakan Shakk. Dengan adanya sistem ini pembiayaan menjadi fleksibel. Artinya uang bisa didepositokan di satu bank di tempat tertentu, kemudian bisa ditarik atau dicairkan lewat cek di bank yang lain. Dan cek hanya bisa dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang yaitu bank. Lebih jauh bank pada masa ini kejayaan Islam juga sudah memberikan kredit bagi usaha-usaha perdagangan dan industry. Selain itu bank juga sudah menjalankan fungsi sebagai Currency Exchange penukaran mata uang.Kemajuan dinasti Abbasiyah di bidang ekonomi berimbas kepada kemakmuran rakyat secara keseluruhan pada masa Harun al-Rasyid dan putranya al-Ma’mun. b. Sains, Filsafat dan Peradaban Hal yang spektakuler dari kemajuan Dinasti Abbasiyah adalah perkembangan ilmu pengetahuan, filsafat, kebudayaaj dan peradaban. Kemudian di bidang ini menjadi ciri menonjol pada dinasti ini dibandingkan Didin Saefuddin Buchori, Sejarah Politik Islam Jakarta Pustaka Intermasa, 2009, 100. Phillip Hitti, History of The Arab Macmillan London, 1974, 320. 7 dinasti-dinasti Islam lainnya. Bahkan, kemajuan di bidang ini telah mencapai puncaknya. Kemajuan yang begitu pesat dibidang ilmu pengetahuan sekurang-kurangnya dapat disebabkan oleh tujuh faktor, antara kontrak antara Islam dan Persia menjadi jembatan perkembangnya ilmu pengetahuan dan filsafat. Hal ini mengingat secara kultural, Persia memang banyak berperan dalam pengembangan tradisi keilmuan Yunani. Salah satu lembaga yang berperan dalam penyebaran tradisi Helenistik Yunani di Persia adalah Akademi Jundishapur, yang merupakan warisan dari kekaisaran Sassaniyah. Selain Jundishapur, terdapat pula pusat-pusat ilmiyah Persia lainnya, yaitu Salonika, Ctesiphon dan Nishapur. Kedua, entos entelektual dan dukungan penuh para Khalifah, terurama Harun al-Rasyid dan al-Ma’mun, terhadap ilmu pengetahuan. Dengan demikia, dapat dikatakan bahwa peradaban Islam diprakarsai oleh penguasa dan memperoleh patronase penguasa yang dalam hal ini diawali pada masa pemerintahan Harun al-Rasyid dan al-Ma’mun. Ketiga, peranan keluarga Barmak yang ditugaskan untuk mendidik khalifah dan keluarga istana. Keluarga ini terkenal karena kecerdasan dan keluhuran budinya. Pada perjalanan hidup berikutnya, secara turun menurun, keluarga Barmak banyak mencurahkan waktunya untuk mencerahkan intelektual keluarga istana Bani Abbas, bahkan kemudian dipercaya menjadi orang kedua di dalam pemerintahan sebagai wazir Dinasti Abbasiyah sampai masa dinasti kekhalifahan Harun al-Rasyid. Keempat, kegiatan penerjemahan literature-literatur Yunani ke dalam bahasa Arab demikian besar dan didukung oleh alokasi dana yang besar pula yang disediakan Khalifah. Diriwayatkan bahwa imbalan yang diberikan kepada para penerjemah adalah berupa emas seberat buku yang diterjemahkan. Para penerjemah berasal dari kalangan Muslim dan non-muslim. Kendati demikian, yang justru paling terkenal adalah penerjemah non-muslim seperti Hunain bin Tshak dan Tsabit bin Qurrah. Kelima, relative stabilnya kekuasaan dan tidak adanya pembukaan wilayah baru serta tidak adanya pemberontakan-pemberontakan yang merongrong kekuasaan Abbasiyah. Hal ini mendorong konsentrasi pemerintahan Abbasiyah untuk menggalakkan bidang pembangunan di berbagai aspek, termasuk bidang intelektual. Keenam, adanya kebudayaan yang heterogen di Baghdad menimbulkan proses interaksi antara satu kebudayaan dan kebudayaan lainnya. Di Baghdad terdapat empat kebudayaan yang berlainan, yaitu kebudayaan Arab, Persia, Yunani, dan Hindu. Tidak dapat dihindari bahwa dalam keempat kebudayaan Didin Saefuddin Buchori, Sejarah Politik Islam Jakarta Pustaka Intermasa, 2009, 101-102. 8 tadi terjadi proses asimilasi, saling memberi dan menerima, serta saling mempengaruhi. Hal ini telah memberi dampak yang besar terhadap perkembangan intelektual masyarakat pada masa itu. Ketujuh, situasi sosial Baghdad yang kosmopolit dimana berbagai macam suku, ras, dan etnis serta masing-masing kulturnya yang berinteraksi satu sama lain, menforong pemecahan masalah dari pendekatan intelektual. Untuk melengkapi kebutuhan pengkajian dan pengembangan keilmuan, Harun al-Rasyid lalu mendirikan perpustakaan yang diberi nama Bait al-Hikmah. Lembaga in selain berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penerjemahan, juga berfungsi sebagai akademi. Cabang-cabang ilmu yang diutamakan dalam Bait al-Hikmah adalah filasafat, ilmu kedokteran dan sejarah. Ilmuan-Ilmuan Islam tidak hanya menguasai ilmu pengetahuan dan filsafat yang mereka pelajari dari buku-buku Yunani, melainkan juga menambahkan kedalamnya hasil-hasil penyelidikan yang mereka lakukan sendiri dilapangan ilmu pengetahuan dan filsafat. Dengan demikian muncullah ahli-ahli ilmu pengetahuan dan filosof-filosof Islam. Karangan mereka tidak hanya terbatas dalam lapangan filsafat, melainkan juga meliputi lapangan ilmu buku-buku Yunani merupakan salah satu faktor dalam gerak intelektual yang dibangkitkan dalam dunia Islam abad ke-9 M, dan terus berlanjut sampai abad ke-12 M. Selain filsafat, penerjemahan berlangsung di bidang ilmu-ilmu alam dan metafisika seperti ilmu kedokteran, matematika dan astronomi. Buku-buku itu ,ula-mula diterjemahkan dari bahasa Pahlavi dan Syria, kemudian juga dari bahasa Yunani dan Sansekerta. Dalam hal ini, dapat disebutkan bahwa terjadinya transfer atau pemindahan ilmu dari luar Islam ke dalam Islam dapat digolongkan ke dalam tiga hal, yaitu 1 ilmu-ilmu kealaman dan filsafat di transfer dari Yunani, 2 ilmu-ilmu kedokteran dan pengobatan dari Persia, serta 3 ilmu-ilmu terapan dari India dan Cina. Kemajuan dan perkembangan ilmu, filsafat, dan keudayaan di dunia Islam pada masa Dinasti Abbasiyah memunculkan banyak sekali nama para ahli di bidangnya. Dalam kelompok tokoh asli filasat terkenal nama al-Kindi, ar-Razi, al-Farabi, Ibnu Sina, dan al-Ghazali. Selain ahli filsafat nama ar-Razi dan Ibnu Sina juga dikenal dengan dokter. Di bidang ilmu pengetahuan terkenal nama-nama al-Khawarimi, Ibnu al-Haitsam, Jabir bin Hayyan, al-Biruni, ath-Thaberanial-Farghani, dan al-Fazari. Dalam bidang arsitektur dan seni, periode Abbasiyah menampilkan gedung-gedung yang megah, masjid-mesjid yang besar, dan lukisan-lukisan yang indah. Puncak peradaban memang terjadi pada masa ini. Sementara itu, di Eropa pada waktu yang bersamaan justru terjadi hal yang sebaliknya. Pada masa itu Eropa mengalami masa kegelapan atau masa kemunduran pada titik 9 yang terendah, para sejarawan sepakat bahwa masa ini disebut masa the dark age bagi Eropa, yang berlangsung di abad pertengahan. Pada abad ke-11 M, mulai sadar akan adanya peradaban Islam yang tinggi di Timur. Melalui Spanyol, Silsilia, dan Perang Salib, peradaban itu sedikit-demi sedikit dibawa ke Eropa, sejak itu mulailah Eropa mengenal sains dan peradaban Islam. Disamping itu mereka juga mengenal rumah-rumah sakit, pemandian-pemandian umum, bahan-bahan makanan Timur, dan bahan-bahan pakaian dan peralatan rumah tangga dari Timur. Eropa juga mulai mengenal filsafat dan ilmu pengetahuan Yunani. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dari Islam-lah Eropa mengenal dan mempelajari filsafat dan sains. Tidak mengherankan, kalau Gustav Lebon mengatakan, orang Arab lah yang menyebabkan kita mempunyai peradaban karena mereka adalah imam kita selama enam abad. Rom Laudau mengakui bahwa dari orang Islam periode klasik inilah orang Barat belajar berfikir obyektif dan logis serta belajar lapang dada disaat Eropa diselubungi oleh suasana pikiran yang sempit, tidak ada toleransi terhadap kaum minoritas, dan oleh suasana penindasan terhadap pikiran mereka. Hal inilah yang menjadi bimingan dan inspirasi bagi renaisans Eropa yang kemudian membawa kepada kemajuan bagi peradaban Barat sekarang,Kekurangan Pemerintahan Abbasiyah Salah satu penyebab kemunduran Dinasti Abbasiyah adalah moral yang bejat para pejabat pemerintahan maupun masyarakat. Dari pendapat Komarudin Hidayat tersebut bahwa salah satu penyebab kemunduran suatu pemerintahan adalah moral yang bejat para pejabat pemerintah, seperti korupsi, berjudi, mabuk-mabukan, main perempuan, berpoya-poya dan lain sebagainya, yang dapat menyebabkan kemunduran pemerintahan. Sebesar apapun kekuasaan atau pemerintahan akan mengalamikemunduran dan kehancuran apabila suatu Negara atau pemerintahan tersebut pejabat dan rakyatnya tidak bermoral dan nilai-nilai akhlak yang semakin merosot. Peristiwa kemunduran yang berdampak pada kondisi kekhilafahan Abbasiyah terbagi menjadi tiga, yaknia. Di tangan bangsa Turki para Khalifah telah menjadi boneka yang bisa digerak-gerakkan sesuai keinginan mereka, lalu melemparkannya ke tanah kapan pun mereka mau. Didin Saefuddin Buchori, Sejarah Politik Islam Jakarta Pustaka Intermasa, 2009, 103-105. Komarudin Hidayat, Agama Masa depan Perspektif Filsafat Perennial, Jakarta Gramedia Pustaka Utamma, 2003, 207. Yusuf Al-Isy, Dinasti Abbasiyah Jakarta Pustaka Al-Kautsar, 2014, 119-120. 10 b. Sebagai akibat dari yang pertama, berbagai wilayah berdiri sendiri dan menjauh dari Khalifah Abbasiyah. Para pemimpin mulai mengatur Negara sendiri dengan cara menggunakan kesempatan situasi kekhalifahan yang buruk. c. Revolusi frontal di Irak yang dilakukan secara tiba-tiba telah menyedot perhatian semua orang dan hampir-hampir memunahkan segala sesuatu. Revolusi tersebut adalah revolusi Zang. Peristiwa, fitnah dan fenomena yang buruk tersebut tidak berhasil melenyapkan Negara Abbasiyah secara keseluruhan. Namun, semua kejadian tersebut paling tidak telah merendahkan martabat Khalifah. Meskipun begitu, semua itu bisa dihapuskan dan pemerintahan Negara tetap berlangsung dengan system kekhalifahan. Setelah Negara telah berhasil mengentaskan dirinya dari kondisi yang hina, menyingkirkan bangsa Turki, dan melenyapkan revolusi Zang. Dalam kondisi kacau balau dan kemunduran kekuasaan khalifah, muncul revolusi besar-besaran yang disebut dengan revolusi Zang. Revolusi tersebut mengancam keberadaan Negara Abbasiyah lebih dari ancaman bangsa Turki. Revolusi Zang terjadi di Irak. revolusi ini terbentang dari Bashrah hingga pintu-pintu Baghdad, menguasai sebagian besar Irak, memboikot bantuan ke ibu kota khilafah, memecah elah manusia, serta menjadikan bangsa Arab dan Non-Arab sebagai budak. Dan dimana-mana darah mengalir laksana sungai. Apa yang menyebabkan revolusi Zang ini terjadi? Penyebabnya tidak langsung adalah kelemahan Khalifah Abbasiyah yang memberikan kebebasan kepada para pemberontak untuk melakukan aktivitasnya. 4. KESIMPULAN Runtuhnya Dinasti Ummayah ketika Marwan selaku khalifahnya dibunuh pada tahun 750 M. Ketika itu Abu Al-Abbas mendeklarasikan dirinya sebagai khalifah pertama Dinasti Abbasiyah. Abbas mendapat gelar Al-Saffah yang berarti penumpah atau peminum darah. Kekuasaan Bani Abbasiyah berlangsung selama lima abad sejak tahun 750 1258 M. Periode Dinasti Abbasiyah dibagi menjadi lima, yaitu 6. Periode I 132 H - 232 H / 750 M – 847, Persia. 7. Periode II 232 H – 334 H / 847 M – 945 M, Turki I. 8. Periode III 334 H – 447 H / 945 M – 1055 M, Pemerintahan Dinasti Buwaih. 9. Periode IV 447 H – 590 H / 1055 M – 1194 M, Bani Seljuk Turki II 10. Periode V 590 – 656 H / 1194 M – 1250 M, periode yang terbebas dari pengaruh Dinasti lainnya. Pemerintahan Dinasti Abbasiyah mencapai masa keemasannya pada masa khalifah Harun Al-Rashid dan putranya yang bernama Al-Ma’mun. Secara politis, 11 para khalifah adalah tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan dan agama. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Kontribusi Dinasti Abbasiyah yang terlihat adalah bidang ilmu pengetahuan terutama di bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia dan sejarah. Dan salah satu penyebab kemunduran Dinasti Abbasiyah adalah moral yang bejat para pejabat pemerintahan maupun masyarakat. Dari pendapat Komarudin Hidayat tersebut bahwa salah satu penyebab kemunduran suatu pemerintahan adalah moral yang bejat para pejabat pemerintah, seperti korupsi, berjudi, mabuk-mabukan, main perempuan, berpoya-poya dan lain sebagainya, yang dapat menyebabkan kemunduran pemerintahan. DAFTAR PUSTAKA Darmalaksana, Wahyudin. “Metode Penelitian Kualitatif Studi Pustaka Dan Studi Lapangan.” Pre-Print Digital Library UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2020, 1–6. Penelitian Hamad. “Lebih Dekat Dengan Analisis Wacana.” Jurnal Komunikasi, 2007, 325–44. Moleong, L. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung Remaja Rosdakarya, 2007. Abu Ja'far Muhammad Ibn Jarir ath-Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Mulke Jilid IX; Beirut Dar el-Fikr, 1987. Ia menjadi figur yang legendaris karena cerita-cerita tentang dirinya dalam kitab Alf Laylah wa Laylah 1001 Malam. Encyclopedia Americana Vol. XIII; New York Americana Corporation, 1976, hlm. 834. 30 Dikutip oleh Joesoef Souyb, Sejarah Daulat Abbasiyah I Jakarta Bulan Bintang, 1977, hlm. 103. Didin Saefuddin Buchori, Sejarah Politik Islam Jakarta Pustaka Intermasa, 2009, 100. Phillip Hitti, History of The Arab Macmillan London, 1974, 320. Komarudin Hidayat, Agama Masa depan Perspektif Filsafat Perennial, Jakarta Gramedia Pustaka Utamma, 2003, 207. Yusuf Al-Isy, Dinasti Abbasiyah Jakarta Pustaka Al-Kautsar, 2014, 119-120. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Penelitian Kualitatif Studi Pustaka Dan Studi LapanganWahyudin DarmalaksanaDarmalaksana, Wahyudin. "Metode Penelitian Kualitatif Studi Pustaka Dan Studi Lapangan." Pre-Print Digital Library UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2020, 1-6. Penelitian Remaja RosdakaryaL MoleongMetode PenelitianKualitatifMoleong, L. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung Remaja Rosdakarya, HidayatKomarudin Hidayat, Agama Masa depan Perspektif Filsafat Perennial, Jakarta Gramedia Pustaka Utamma, 2003, 207.
PeriodeKeempat (447 H/1055 M - 590 H/1194 M), masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah, biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua. e. Periode Kelima (590 H/1194 M - 656 H/1258 M), masa khalifa bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Bagdad.
iamerudite 1. tingkatan pertama, yaitu dengan mencatat ide, percakapan, dan sebagainya di selembar kertas. ini tingkatan tingkat kedua, yaitu dengan pembukuan ide-ide yang serupa atau hadis-hadis Rasul dalam satu tingkat ketiga, ialah tingkat penyusunan yang lebih sempurna daripada kerja pembukuan, karena ditingkat ini segala yang sudah dicatat diatur dan disusun dalam bagian dan bab-bab tertentu serta berbeda satu dengan lainnya. 24 votes Thanks 37 . 231 138 55 401 471 399 287 489

uraikan tingkat pertama proses penulisan buku pada masa abbasiyah